Pelit

Mau cerita dikit nih. Kebetulan saya memang ngekos saat ini. Bawa motor tapi belum pernah saya gunakan selama di depok. Tadi ada anak kosan yang minjem motor gitu. Dan saya lagi nyenyak-nyenyaknya tidur. Terbangunlah saya ketika anak itu mengutuk kamar. Saya tanya ada apa, dia jawab mau minjem motor buat ambil baju di tempat temennya.

Ternyata dia sebelumnya sudah WA dan SMS juga tapi tidak saya bales karena lagi tidur. Saya kaget dengan alasannya yang menurut saya kurang masuk akal “ambil baju ke temennya buat besok”. Padahalkan yah jaman sekaranv ada Ojek Online kenapa sih dia ga pakai itu aja?. Dengan alasan yang cukup tidak masuk akal tersebut saya memutuskan untuk tidak meminjamkan motor terlebih dahulu dan berniat untuk memulangkan motor saya ke rumah kembali.

Pelit? agak merasa bersalah juga sih ngerasa diri ini pelit. Tapi bagaimana lagi, kayaknya hati ini belum siap untuk meminjamkan motor dengan alasan yang menurut aku kurang bisa diterima dan sampai harus meminjamkan motor tersebut.

Kalau dia niat, kan bisa tuh paginya atau tadi naik gojek ambil barangnya kan?. Harusnya dia tau dong kalau saya tidak bales, mungkin saja saya tidak ingin meminjamkannya. Walaupun padahal saya tidur.

Menurut pembaca nih, sebenernya saya salah ga sih tidak meminjamkan motor untuk anak itu?

Sebenernya saya sendiri tidak merasa terlalu bersalah. Yang saya khawatirkan adalah anak itu jadi bertindak tidak baik terhadap saya ataupun mungkin saja malah ingin melukai saya. Serem kan?

Yaaa mohon doanya saja supaya tetap dalam perlindungan.

Depok, 7 Maret 2018

Pukul 22.35

Sudah Sosialkah Kita?

Hai teman !

Percaya deh kita tidak mungkin bisa hidup tanpa adanya orang lain. Seingin-inginnya kita menyendiri pasti ada kalanya kita membutuhkan orang lain. Seorang teman kantorku dulu yang kebetulan sangat jutek itu pernah berkata “kita tuh bakal lebih cepet deket sama orang kalau kita sama-sama ngebenci something daripada sama-sama suka something”. Duh, kok ngerasa bener banget sih. 

Secara sadar atau tidak ya begitulah hidup sosial. Mungkin dengan ketidaksukaan terhadap sesuatu itu akan menimbulkan banyak topik bahasan. Mencari kesalahan orang lain itu gampang kan?. Dipikir emang rada ngeri ya. Tapi ini benar-benar terjadi.

Balik lagi dari makna bersosialisasi tadi. Sebenernya untuk apa sih kita bersosialisasi? agar mudah jika ada perlu? agar mendapat bantuan ketika kesulitan? atau hanya butuh teman berbicara disaat waktu senggang?.

Berbagai macam motif bisa terurai hanya dengan bersosialisasi. 

Sebenernya saat lagi menulis ini, saya sedang gemas-gemasnya dengan teman sekelompok yang mengandalkan orang lain. Gemas segemas-gemasnya. Malahan dia dihadapan saya pernah bilang kalau kerjaan kelompoknya dahulu pernah diganti seluruhnya olah seseorang dan nilainya bagus. Dan hal ini tidak mau saya lakukan.

Saya akan mencoba untuk memaksa mereka melakukan sesuatu hingga semaksimal mungkin. Sehingga apa yang kita kerjakan bersama adalah hasil pemikiran yang matang secara bersama, bukan hanya satu orang saja. 

Sebenernya saya termasuk orang yang gatel kalau lihat pekerjaan orang lain asal-asalan. Semuanya harus terlihat sempurnah. Kadang kala saya mencoba untuk menegur, tapi entah mengapa saya menjadi merasa bersalah sendiri setelah melakukannya. Dan akhirnya teguran saya, saya ubah ke arah becanda. Mungkin memang pisau manajemen saya yang belum runcing sehingga sulit untuk menajamkan tindakn kelompok dengan baik.

Tapi entah kenapa, jika saya berada pada satu kelompok yang terdapat satu orang atau bahkan lebih “kepemimpinannya” maka saya akan perlahan mundur dan menyesuaikan (just become follower). Ya balik lagi sih, menempatkan diri.

Dalam bersosialisasi, mungkin ada dari kita yang sangat tidak menyukai orang-orang pasif seperti itu. Kita biasa gercep eh dapet teman sekelompok yang selow banget. Jadi sebel, kesel, capek. Kerja dua kali. Mungkin itu semua eluhan yang kita ucapkan. Yang harus diingat adalah, tidak semua orang berada pada frekuensi yang sama. Bahkan kita harus bolak balik berbicara hanya untuk “berjalan” pada pemikiran yang sama tersebut.

Itulah seni bersosialisasi, lebih tepatnya sih dalam bekerja. 

Nikmati aja dulu. Senyumin aja dulu. Ketawain aja dulu. Aduh kalau dipikirin terus mah capek. Masih banyak urusan lain yang butuh pikiran kita daripada memikirkan eluhan.

Disini saya sendiri mencoba membangun untuk bersosialisasi karena suka, bukan bersosialisasi karena benci. Karena berbicara tentang kebencian akan merusak. Merusak hati dan pikiran. Be positive.

Bye Eluhan

Depok, 4 Maret 2018

Pukul 14.30